Abdurrahman bin Auf bin Harits bin Zuhrah, seorang sahabat asal
Quraisy dari suku Zuhri. Abdurrahman bin Auf termasuk kelompok delapan
sahabat yang mula-mula masuk Islam. Ia termasuk sepuluh orang sahabat
yang dijamin masuk surga oleh Rasululah. Selain itu, ia juga termasuk
enam orang sahabat yang bermusyawarah dalam pemilihan khalifah
menggantikan Umar bin Khaththab. Ia adalah seorang mufti yang dipercaya Rasulullah untuk berfatwa di Madinah.
Abdurrahman bin Auf masuk Islam sebelum Rasulullah melakukan
pembinaan di rumah Arqam bin Abil Arqam, kira-kira dua hari setelah Abu Bakar masuk Islam.
Ketika hijrah ke Madinah, Abdurrahman bin Auf dipersaudarakan dengan
Sa’ad bin Rabi’ Al-Anshari, salah seorang kaya yang pemurah di Madinah.
Abdurrahman pernah ditawari Sa’ad untuk memilih salah satu dari dua
kebunnya yang luas. Tapi, Abdurrahman menolaknya. Ia hanya minta kepada
Sa’ad ditunjuki lokasi pasar di Madinah.
Sejak itu, Abdurahman bin Auf berprofesi sebagai pedagang dan
memperoleh keuntungan yang cukup besar. Omset dagangannya pun makin
besar, sehingga ia dikenal sebagai pedagang yang sukses.
Tapi, kesuksesan itu tak membuatnya lupa diri. Ia tak pernah absen
dalam setiap peperangan yang dipimpin Rasulullah. Suatu hari, Rasulullah
berpidato membangkitkan semangat jihad dan pengorbanan kaum Muslimin.
Beliau berkata, “Bersedekahlah kalian, karena saya akan mengirim pasukan ke medan perang.”
Mendengar ucapan itu, Abdurrahman bin Auf bergegas pulang dan segera kembali ke hadapan Rasulullah.
“Ya, Rasulullah, saya mempunyai uang empat ribu. Dua ribu saya
pinjamkan kepada Allah, dan sisanya saya tinggalkan untuk keluarga
saya,” ucap Abdurrahman. Lalu Rasulullah mendoakannya agar diberi keberkahan oleh Allah Subhana wa ta’ala.
Ketika Rasulullah membutuhkan banyak dana untuk menghadapi tentara
Rum dalam perang Tabuk, Abdurrahman bin Auf menjadi salah satu pelopor
dalam menyumbangkan dana. Ia menyerahkan dua ratus uqiyah emas. Melihat
hal itu, Umar bin Khathab berbisik kepada Rasulullah , “Agaknya Abdurrahman berdosa, dia tidak meninggalkan uang belanja sedikit pun untuk keluarganya.”
Maka, Rasulullah pun bertanya kepada Abdurrahman, “Adakah engkau tinggalkan uang belanja untuk keluargamu?” Abdurrahman menjawab, “Ada, ya Rasulullah. Mereka saya tinggalkan lebih banyak dan lebih baik daripda yang saya sumbangkan.” “Berapa?” Tanya Rasulullah. Abdurrahman menjawab, “Sebanyak rizki, kebaikan, dan upah yang dijanjikan Allah.” Subhanallah.
Sejak itu, rizki yang dijanjikan Allah terus mengalir bagaikan aliran
sungai yang deras. Abdurrahman bin Auf kini telah menjadi orang terkaya
di Madinah.
Suatu hari, iring-iringan kafilah dagang Abdurrahman bin Auf yang
terdiri dari 700 ekor unta yang dimuati bahan pangan, sandang, dan
barang-barang kebutuhan penduduk tiba di Madinah. Terdengar suara
gemuruh dan hiruk-pikuk, sehingga Aisyah bertanya kepada seseorang, “Suara apakah itu?”
Orang itu menjawab, “Iring-iringan kafilah dagang Abdurrahman.” Aisyah berkata, “Semoga
Allah melimpahkan berkah-Nya kepada Abdurrahman di dunia dan akhirat.
Saya mendengar Rasulullah bersabda bahwa Abdurrahman bin Auf masuk surga
dengan merangkak.”
Orang itu langsung menemui Abdurrahman bin Auf dan menceritakan apa
yang didengarnya dari Aisyah. Mendengar hal itu, ia pun bergegas menemui
Aisyah. “Wahai Ummul Mukminin, apakah ibu mendengar sendiri ucapan itu dari Rasulullah?” “Ya,” jawab Aisyah. “Seandainya
aku sanggup, aku ingin memasuki surga dengan berjalan. Sudilah ibu
menyaksikan, kafilah ini dengan seluruh kendaraan dan muatannya
kuserahkan untuk jihad fi sabilillah.”
Sejak mendengar bahwa dirinya dijamin masuk surga, semangat berinfak
dan bersedekahnya makin meningkat. Tak kurang dari 40.000 dirham perak,
40.000 dirham emas, 500 ekor kuda perang dan 1.500 ekor unta ia
sumbangan untuk perjuangan menegakkan panji-panji Islam di muka bumi.
Mendengar hal itu, Aisyah mendoakan, “Semoga Allah memberinya minum dengan air dari telaga Salsabil (nama sebuah telaga di surga).”
Menjelang akhir hayatnya, Abdurrahman pernah disuguhi makanan oleh
seseorang — padahal ia sedang berpuasa. Sambil melihat makanan itu, ia
berkata, “Mush’ab bin Umair syahid di medan perang. Dia lebih baik
daripada saya. Waktu dikafan, jika kepalanya ditutup, maka kakinya
terbuka. Dan jika kakinya ditutup, kepalanya terbuka. Kemudian Allah
membentangkan dunia ini bagi kita seluas-luasnya. Sungguh, saya amat
takut kalau-kalau pahala untuk kita disegerakan Allah di dunia ini.” Setelah itu, ia menangis tersedu-sedu.
Abdurrahman bin Auf wafat dengan membawa amalnya yang banyak. Saat pemakamannya, Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib berkata, “Engkau
telah mendapat kasih sayang Allah, dan engkau telah berhasil menundukan
kepalsuan dunia. Semoga Allah senantiasa merahmatimu. Amin.” .
Sumber: Shuwar min Hayaatis Shahabah, karya Doktor ‘Abdurrahman Ra’fat Basya
http://ahlulhadist.wordpress.com/2007/10/12/abdurrahman-bin-auf-wafat-32-h652-m/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar